Ayat 1000 dinar, ayat apa lagi itu? Sebagian orang menjadikan ayat ini sebagai alat untuk mendapat pesugihan atau cepat kaya. Apa boleh?
Ayat 1000 dinar yang dimaksudkan adalah,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (3)
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath Tholaq: 2-3)
Apa keistimewaan ayat tersebut?
Sebenarnya dalam ayat tersebut tidak disebutkan bahwa siapa yang membacanya 1000 kali, maka akan mendapatkan pesugihan, cepat kaya atau mendapatkan kelapangan rezeki. Apalagi tidak tersurat akan mendapatkan 1000 dinar.
Namun ada yang mengamalkan ayat tersebut seperti ini:
1- Bacalah surat Al-Fatihah pada malam pertama dari tiap-tiap bulan kalender Hijriyah (bukan bulan kalender Masehi) sebanyak 1000 kali dan membaca surat Al Maidah ayat 114. Lalu baca ayat 1000 dinar yang disebut di atas sebanyak 21 kali. Kemudian dilanjutkan dengan membaca asma Allah.
2- Lalu setiap harinya dilanjutkan dengan membaca ayat 1000 dinar yaitu surat Ath Thalaq ayat 2-3 sebanyak 1000 kali dalam sehari. Seperti diwasiatkan untuk dibaca rutin.
Setelah pembacaan tadi, diperintahkan membaca doa sesuai dengan hajat yang diminta.
Beberapa Kekeliruan dari Pengamalan Ayat 1000 Dinar
1- Menamakan ayat tanpa petunjuk
2- Menetapkan waktu pembacaan yang tidak berdalil
Dua hal di atas intinya tidak ditetapkan dengan dalil. Padahal penamaan ayat atau penyebutan surat dalam Al Qur’an jelas ada petunjuk dari Rasul atau para ulama. Sedangkan apa yang disebutkan dengan ayat 1000 dinar, hanya penyebutan orang masa kini tanpa ada petunjuk dari wahyu.
Begitu pula penetapan waktu pembacaan ayat 1000 dinar yang dibaca setiap malam ataukah dibaca pada malam pertama setiap awal bulan Hijriyah juga tidak berdalil.
Yang ada dalil dalam Islam, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan membaca surat Al Kahfi setiap malam Jumat atau hari Jumat. Sedangkan ayat 1000 dinar, mana dalil yang menyebutkan waktu pembacaannya seperti yang disebutkan?
Ingat kaedah baku yang sudah para ulama tetapkan: hukum asal ibadah itu haram sampai adanya dalil.
Dalam buku ulama Syafi’iyah lainnya, yaitu kitab Ghoyatul Bayan Syarh Zubd Ibnu Ruslan disebutkan,
الأَصْلُ فِي العِبَادَاتِ التَّوْقِيْفُ
“Hukum asal ibadah adalah tawqif (menunggu sampai adanya dalil).”
Ibnu Muflih berkata dalam Al Adabu Asy Syar’iyah,
أَنَّ الْأَعْمَالَ الدِّينِيَّةَ لَا يَجُوزُ أَنْ يُتَّخَذَ شَيْءٌ سَبَبًا إلَّا أَنْ تَكُونَ مَشْرُوعَةً فَإِنَّ الْعِبَادَاتِ مَبْنَاهَا عَلَى التَّوْقِيفِ
“Sesungguhnya amal diniyah (amal ibadah) tidak boleh dijadikan sebagai sebab kecuali jika telah disyari’atkan karena standar ibadah boleh dilakukan sampai ada dalil.”
Imam Ahmad dan para fuqoha ahli hadits -Imam Syafi’i termasuk di dalamnya- berkata,
إنَّ الْأَصْلَ فِي الْعِبَادَاتِ التَّوْقِيفُ
“Hukum asal ibadah adalah tauqif (menunggu sampai adanya dalil)” (Dinukil dari Majmu’ Al Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 29: 17)
3- Menentukan jumlah bilangan yang melelahkan
Jujur saja, kita jarang melihat atau bahkan melihat dzikir-dzikir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pembacaan 1000 kali dalam sehari seperti pada pengamalamn ayat 1000 dinar. Yang ada, dzikir paling banyak hitungannya adalah 100 kali. Contoh misalnya bacaan dzikir,
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ
Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir.
Dzikir di atas dibaca dalam sehari 100 kali. Keutamaanya, barangsiapa yang mengucapkan dzikir tersebut dalam sehari sebanyak 100 x, maka itu seperti membebaskan 10 orang budak, dicatat baginya 100 kebaikan, dihapus baginya 100 kesalahan, dirinya akan terjaga dari gangguan setan dari pagi hingga petang hari, dan tidak ada seorang pun yang lebih baik dari yang ia lakukan kecuali oleh orang yang mengamalkan lebih dari itu. (HR. Bukhari no. 3293 dan Muslim no. 2691)
Al Qur’an pun diturunkan bukan membuat susah. Allah Ta’ala berfirman,
طه (1) مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآَنَ لِتَشْقَى (2) إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى (3) تَنْزِيلًا مِمَّنْ خَلَقَ الْأَرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلَا
“Thoha. Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.” (QS. Thoha: 1-4).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ
“Sesungguhnya agama Islam itu mudah.” (HR. Bukhari no. 39).
Coba ambil pelajaran dari hadits berikut bahwa menyusahkan diri dalam ibadah itu tercela.
Dari Abu Juhaifah Wahb bin ‘Abdullah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala Salman bertandang (ziarah) ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’) dalam keadaan mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, “Mengapa keadaan kamu seperti itu?” Wanita itu menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.”
Kemudian Abu Darda’ datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abu Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang berpuasa.” Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.” Maka Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda’ pun tidur kembali.
Ketika Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi berkata padanya, “Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata, “Bangunlah.” Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya,
إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ
“Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.“
Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman itu benar.” (HR. Bukhari no. 1968).
Baca artikel Rumaysho.Com: Ajaran Islam Tidak Membuat Susah dan Nasehat Salman pada Abu Darda.
4- Menjadikan ayat 1000 dinar sebagai jimat yang dipajang
Ada juga yang punya keyakinan menjadikan ayat 1000 dinar sebagai jimat yang dipajang di warung, toko atau rumah biar rezeki lancar dan cepat sugih (kaya).
Hal di atas tidak lepas dari menjadikan ayat Al Quran sebagai jimat. Sebagian ulama memang ada yang membolehkannya. Namun pendapat yang tepat adalah tidak bolehnya. Alasan tidak boleh menjadikan ayat Al Quran sebagai jimat yang dipajang adalah sebagai berikut:
- Untuk menutup jalan agar tidak terjerumus dalam kesyirikan yang lebih parah.
- Berdalil dengan dalil-dalil umum yang melarang jimat.
- Jimat dari Al Qur’an bisa membuat Al Qur’an itu dilecehkan, bisa jadi pula dibawa masuk ke kamar mandi, atau terkena kotoran (najis).
- Agar tidak membuat sebagian dukun yang sengaja menuliskan ayat-ayat Al Qur’an lantas menaruh di bawahnya mantera-mantera syirik.
- Seseorang akan tidak perhatian lagi pada Al Qur’an dan do’a karena hanya bergantung pada ayat Al Qur’an yang dipajang atau dikenakan. (Lihat Rasail fil ‘Aqidah, hal. 441 dan Syarh Kitab Tauhid, hal. 61).
Dalil yang mengharamkan tamimam, jimat atau azimat secara umum adalah:
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللَّهُ لَهُ
“Barangsiapa yang menggantungkan (hati) pada tamimah (jimat), maka Allah tidak akan menyelesaikan urusannya. Barangsiapa yang menggantungkan (hati) pada kerang (untuk mencegah ‘ain, yaitu pandangan hasad atau iri, -pen), maka Allah tidak akan memberikan kepadanya jaminan” (HR. Ahmad 4: 154. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan –dilihat dari jalur lain-).
Dalam riwayat lain disebutkan,
مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat), maka ia telah berbuat syirik” (HR. Ahmad 4: 156. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy atau kuat. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Silsilah Al Ahadits Ash Shohihah no. 492).
Seorang ulama besar dari tabi’in yang meningggal dunia tahun 96 H dalam usia 50-an tahun, yaitu Ibrahim An Nakha’i berkata,
كَانُوْا يَكْرَهُوْنَ التَّمَائِمَ كُلَّهَا مِنَ القُرْآنِ وَغَيْرِ القُرْآنِ
“Para murid Ibnu Mas’ud, mereka membenci jimat seluruhnya termasuk dari Al Qur’an dan selain Al Qur’an.” (Fathul Majid, hal. 142, terbitan Darul Ifta’). Murid-murid Ibnu Mas’ud di sini seperti ‘Alqomah, Al Aswad, Abu Wail, Al Harits bin Suwaid, ‘Abidah As Salmani, Masruq, Ar Rabi’ bin Khutsaim, dan Suwaid bin Ghuflah.
Jadi hati-hatilah menjadikan ayat Al Qur’an atau diyakini ayat 1000 dinar sebagai jimat.
Baca artikel Rumaysho.Com: Memajang Jimat dari Ayat Al Quran dan Kesyriikan pada Rajah Azimat dengan Tulisan Arab
Solusi Mudah Kehidupan: Takwa dan Tawakkal
Dalam Tafsir Al Jalalain (hal. 569) disebutkan mengenai maksud surat Ath Thalaq ayat 2 dan 3 bahwa siapa yang bertakwa pada Allah, maka Allah akan angkat kesulitan dalam urusan dunia dan akhiratnya, juga akan diberi rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka.
Lalu siapa yang bertawakkal pada Allah dalam setiap urusannya, maka Alalh akan memberikan kecukupan padanya. Allah yang akan memudahkan urusan tersebut. Karena di tangan Allah-lah suatu urusan menjadi gampang ataukah sulit.
Baca selengkapnya mengenai tawakkal: Tawakkal yang Sebenarnya.
Dari ‘Umar bin Khottob, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Seandainya kalian benar-benar bertawakkal pada Allah, tentu kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi no. 2344. Abu ‘Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Hadits di atas sekaligus menunjukkan bahwa yang disebut tawakkal berarti melakukan usaha, bukan hanya sekedar menyandarkan hati pada Allah. Karena burung saja pergi di pagi hari untuk mengais rezeki. Maka manusia yang berakal tentu melakukan usaha, bukan hanya bertopang dagu menunggu rezeki turun dari langit.
Yang disebut ayat 1000 dinar yang dituntut bukanlah dijadikan ritual dzikir. Yang terpenting adalah mengamalkan isinya, yaitu bertakwa dan bertawakkal. Itulah yang menjadi solusi hidup dan mudah dilapangkan rezeki, yaitu dengan bertakwa dan bertawakkallah.
Baca artikel Rumaysho.Com: Keliru dalam Tawakkal dan Apa itu Takwa?
Al Quran Semestinya Ditadabburi
Ayat Al Qur’an semestinya ditadabburi, direnungkan dan dipahami maknanya. Allah Ta’ala berfirman,
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran” (QS. Shod: 29)
Namanya tadabbur Al Qur’an itu sebagaimana disebutkan oleh Al Hasan Al Bashri rahimahullah -seorang tabi’in-,
وَاللهِ مَا تَدَبُّره بِحِفْظِ حُرُوْفِهِ وَإِضَاعَةِ حُدُوْدِهِ، حَتَّى إِنَّ أَحَدَهُمْ لَيَقُوْل: قَرَأْتُ القُرْآنَ كُلَّهُ مَا يَرَى لَهُ القُرْآنُ فِي خُلُقٍ وَلاَ عَمَلٍ
“Demi Allah, Al Qur’an bukanlah ditadabburi dengan sekedar menghafal huruf-hurufnya, namun lalai dari memperhatikan hukum-hukumnya (maksudnya: mentadabburinya). Hingga nanti ada yang mengatakan, “Aku sudah membaca Al Qur’an seluruhnya.” Namun sayangnya Al Qur’an tidak Nampak pada akhlak dan amalannya.” Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 419).
Jika demikian, marilah kita jadikan Al Qur’an untuk ditadabburi dan diamalkan. Jangan jadikan untuk tujuan yang keliru yaitu sebagai jimat atau ritual yang tidak ada tuntunan.
Masih mengamalkan ayat 1000 dinar untuk cepat kaya? Ataukah yang penting wujudkan takwa dan tawakkal?
Hanya Allah yang memberi petunjuk pada jalan yang lurus.
—
Selesai disusun di Darush Sholihin Panggang, Gunungkidul, 25 Jumadats Tsaniyyah 1436 H, 1:20 PM
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Ikuti update artikel Rumaysho.Com di Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat (sudah 3,6 juta fans), Facebook Muhammad Abduh Tuasikal, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom
Untuk bertanya pada Ustadz, cukup tulis pertanyaan di kolom komentar. Jika ada kesempatan, beliau akan jawab.